Foto: (kanan) tiga pelaku pengeroyokan terhadap Arjuna Tamaraya (21) di area Masjid Agung Sibolga, Sumatra Utara, Jumat, (31/10/2025) dan (kiri) aksi pengeroyokan oleh pelaku.SIBOLGA, WartaGlobalBali.Id – Sebuah peristiwa tragis yang mengoyak rasa kemanusiaan terjadi di Kota Sibolga. Seorang musafir (orang dalam perjalanan) bernama Arjuna Tamaraya (21), tewas setelah menjadi korban penganiayaan brutal yang dilakukan lima orang pria. Yang membuat pilu, kekerasan ini terjadi di area Masjid Agung Sibolga pada Jumat (31/10/2025) dini hari, tempat yang seharusnya menjadi simbol perlindungan dan kedamaian.
Kronologi Awal Kekerasan
Berdasarkan informasi dari Kepolisian Resor Sibolga, insiden berawal ketika korban, Arjuna Tamaraya, memilih untuk beristirahat di area masjid. Salah seorang pelaku, yang diidentifikasi sebagai ZP (57), mendatangi korban dan melarangnya untuk beristirahat di lokasi tersebut.
Bukti mengindahkan larangan, ZP justru murka. Kemarahan itu kemudian berubah menjadi niat jahat. ZP dikabarkan memanggil empat rekannya untuk bersama-sama menganiaya Arjuna.
"Pelaku utama, ZP, marah karena korban tetap ingin beristirahat di masjid meski telah dilarang. Ia lalu memanggil empat rekannya untuk menyerang korban hingga tewas," jelas seorang sumber kepolisian yang terlibat dalam penyelidikan.
Serangan brutal itu diduga berlangsung hebat hingga menyebabkan Arjuna mengalami luka-luka parah dan akhirnya menghembuskan napas terakhir di tempat kejadian perkara (TKP).
Tuntutan Keadilan dari Keluarga
Keluarga korban, yang diwakili oleh orang tua Arjuna, menyampaikan duka citanya yang mendalam. Mereka tidak menyangka anaknya yang sedang dalam perjalanan justru menemui ajalnya di tempat yang seharusnya aman.
"Kami menuntut polisi untuk mengusut tuntas kasus ini. Anak kami bukan penjahat, hanya seorang musafir yang butuh istirahat. Kami ingin keadilan ditegakkan dan semua pelaku dihukum seberat-beratnya," tutur salah seorang saudara Arjuna dengan suara bergetar.
Keluarga juga mempertanyakan bagaimana mungkin tindakan main hakim sendiri seperti itu bisa terjadi, apalagi di lingkungan tempat ibadah.
Pengembangan Kasus dan Pasal yang Dijerat
Kapolres Sibolga melalui Kasat Reskrim telah mengonfirmasi perkembangan penanganan kasus ini. Hingga berita ini diturunkan, telah dilakukan penangkapan terhadap dua dari lima pelaku yang terlibat.
"Kami telah mengamankan dua orang pelaku. Pengembangan dan pengejaran terhadap tiga pelaku lainnya masih terus kami lakukan secara intensif," ujar Kasat Reskrim.
Terhadap para pelaku, polisi menjerat dengan pasal-pasal berat yang ancamannya bisa mencapai seumur hidup atau bahkan hukuman mati. Pasal-pasal tersebut adalah:
1.Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun.
2.Pasal 170 KUHP ayat (2) ke-1 tentang Kekerasan Bersama yang Menyebabkan Kematian, dengan ancaman penjara paling lama 12 tahun.
Kombinasi pasal ini menunjukkan tingkat keseriusan aparat dalam menangani kasus yang telah mencoreng nilai-nilai sosial dan agama ini.
Paradoks yang Menyayat Hati
Peristiwa ini menyisakan luka dan pertanyaan mendalam bagi masyarakat. Masjid Agung Sibolga, yang seharusnya menjadi tempat untuk merawat iman, menebar kedamaian, dan melindungi setiap orang—terlebih seorang musafir—justru menjadi saksi bisu sebuah kekejaman.
Tindakan para pelaku dinilai telah mengkhianati fungsi suci tempat ibadah. Banyak kalangan, termasuk tokoh agama dan masyarakat, mengecam keras tindakan main hakim sendiri ini dan menyerukan agar kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang beradab dan sesuai dengan hukum serta ajaran agama.
Penyidikan masih terus berlanjut untuk mengungkap motif pasti dan alur kejadian secara lebih detail. Polisi juga berharap masyarakat tidak mengambil kesimpulan sendiri dan memberikan ruang bagi proses hukum yang berlaku. (MCB)
KALI DIBACA

