Ketua SPRI (Sarikat Pers Republik Indonesia) Prov. Bali Netti Herawati '@Polri Jangan Menyalah Gunakan Wewenang Dan Tugas Tanggung Jawab Terkait Media Asing Dan Jurnalis Asing - WARTA GLOBAL BALI

Mobile Menu

Top Ads

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Pendaftaran Jurnalis

Klik

Berita Update Terbaru

logoblog

Ketua SPRI (Sarikat Pers Republik Indonesia) Prov. Bali Netti Herawati '@Polri Jangan Menyalah Gunakan Wewenang Dan Tugas Tanggung Jawab Terkait Media Asing Dan Jurnalis Asing

Friday, 11 April 2025

Warta Global Bali. Id
Terkait Masuknya Media asing dan jurnalis asing ke Indonesia, Polri tidak berhak ikut campur urusan  Pers sebelum ada kesepakatan pihak berwenang, Polri jangan menyalah gunakan Wewenang. 

Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing, secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis; profesional; independen; menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers.

*Netti Herawati  S. E, M. B. A, Selalu Ketua (Sarikat Pers Republik Indonesia) SPRI Pov. Bali Menegaskan Bahwa Polri Jangan Suka mencaplok Wewenang Yang Bukan Kapasitas Tugas dan tanggung jawabnya. 
Ada apa sampai Polri lebih berpihak ke Asing, apa ingin membuktikan bahwa kinerja Polri bisa diakui Dunia Internasional terkait kinerja anggota Polri yang buruk! 

Sementara kalau di luar Indonesia Pers Indonesia sangat ketat aturan untuk Liputan
Jurnalis harus verifikasi BNSP karena punya No Iso standart Internasional Profesi. 


Penegasan juga disampaikan  Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam siaran pers yang diterima media ini, Jumat, 4 April 2025, terkait dengan terbitnya Perpol 3/2025, yang salah satu ketentuannya mengatur Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing.

Disesalkan penerbitan Perpol 3/2025 yang tidak partisipatif dengan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis dan perusahaan pers, mengingat salah satu klausula yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan.

Perpol 3/2025 dinilai bertentangan dengan pengaturan yang lebih tinggi yaitu pada bagian pertimbangan tidak mempertimbangkan UU No 40/1999 tentang Pers dan UU No 32/2002 tentang Penyiaran. Padahal dalam perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers, dan dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing.

 Hal lain sebagaimana diatur dalam UU No 32/2002 tentang Penyiaran jo Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing jo Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing merupakan Kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika atau dengan sebutan lain Kemenkomdigi.

Perpol No 3/2025  membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO2 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856), dimana pada Pasal 15 Ayat (2) dinyatakan Kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional Kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait, namun tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian ijin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. 

Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum.
Walau dinyatakan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan, namun ketentuan ini dapat dimaknai pula sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis. Karenanya, berdasarkan hal tersebut,   Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis; profesional; independen; menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers.
Berdasarkan hal tersebut,  ujar Netti segera merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025.
Kita harapkan Polri jangan terlalu laju mencampuri urusan yang bukan wewenangnya, ujar Netti mengakhiri. 

Butet
Sumber : UU Pers no. 40 Th. 1999,Dewan Pers



KALI DIBACA