
NUSA DUA, BALI, WartaGlobal. Id
Aroma tak sedap kembali menyeruak dari balik proyek prestisius yang semula digadang-gadang sebagai tonggak kebangkitan olahraga Indonesia di mata dunia. Delapan lapangan tenis bertaraf internasional yang berdiri megah di kawasan elit ITDC Nusa Dua, Bali, ternyata belum dibayar lunas kepada kontraktornya, meski telah dua kali digunakan dalam ajang internasional!
Tak hanya memicu kegelisahan di kalangan pegiat olahraga dan hukum, persoalan ini juga menyeret nama besar: Sudjiono Timan, eks terpidana kasus BLBI dan pemegang saham tidak langsung PT Amman Mineral Internasional Tbk — sponsor utama turnamen internasional Amman Mineral Men’s World Tennis Championship 2024 yang digelar di lapangan bermasalah itu.
Proyek Megah, Hak Dilanggar
“Proyek kami selesai, digunakan secara penuh untuk dua turnamen besar, tapi hingga kini klien kami belum menerima pelunasan!” tegas Kolonel (Purn) Bhumi Ansusthavani, S.H., M.H., kuasa hukum dari PT Texmura Nusantara, kontraktor pelaksana pembangunan proyek ini.
Bhumi menyebut, pihaknya telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap PT Bali Destinasi Lestari (BDL) selaku pemilik proyek, PT Amman Mineral Internasional Tbk selaku sponsor, serta KONI dan PB Pelti sebagai penyelenggara event.
Namun yang mengejutkan, dalam gugatan itu muncul nama Sudjiono Timan yang disebut aktif terlibat dalam proses pembangunan.
> “Kami punya cukup bukti dan saksi bahwa Sudjiono Timan sering turun langsung ke lapangan, memberikan arahan, bahkan terlibat dalam pengambilan keputusan. Ini akan kami ungkap tuntas di sidang nanti,” ujar Bhumi.
Meskipun tak tercantum dalam struktur resmi PT BDL, Bhumi menegaskan bahwa keterlibatan Timan bersifat “de facto”, bukan hanya simbolik.
Mediasi Gagal, Persidangan Tak Terelakkan
Bhumi menambahkan, pihaknya sempat membuka ruang mediasi, namun gagal karena tawaran dari pihak tergugat dianggap jauh dari pantas.
> “Yang mereka tawarkan tidak sepadan. Jika ada niat baik, tentu proyek sebesar ini tak berakhir di meja hijau,” ucap Bhumi.
Kini perkara ini telah memasuki tahapan pemeriksaan pokok di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan menjadi sorotan tajam masyarakat Bali serta publik nasional.
Luka Lama Bernama Sujiono Timan
Nama Sudjiono Timan bukan nama asing dalam sejarah hukum Indonesia. Ia pernah divonis 15 tahun penjara dalam kasus megaskandal BLBI, sebelum akhirnya bebas melalui mekanisme Peninjauan Kembali (PK) yang menuai kontroversi.
Kini, menurut laporan CNBC Indonesia (2023), Timan tercatat sebagai pemegang saham tak langsung sebesar 2,42% di PT Amman Mineral Internasional Tbk — perusahaan yang justru menjadi sponsor utama turnamen tenis di atas lapangan yang belum lunas.
> “Kisah ini seperti siklus ulangan: proyek megah, nama besar, lalu kisruh pembayaran. Sayangnya, yang selalu jadi korban adalah pihak pelaksana lapangan,” ujar seorang pakar hukum properti yang enggan disebut namanya.
Lapangan Rusak, Proyek Bermasalah
Ironi lainnya, lapangan tenis yang belum dibayar itu justru mengalami kerusakan berat usai proses pembersihan menggunakan larutan HCl oleh seorang project manager asing dari PT BDL bernama Stewart Kiely. Kasus kerusakan ini kini sedang dalam penanganan kepolisian di Polda Bali.
Namun dalam gugatan di Jakarta, fokus utamanya tetap pada penggunaan fasilitas tanpa pelunasan kewajiban.
Simbol Kemajuan yang Ternoda
Lapangan tenis yang berdiri di dalam kompleks Bali National Golf Club, kawasan paling prestisius di Pulau Dewata, semula diharapkan menjadi ikon baru sport tourism Bali. Tapi kini justru mencoreng wajah proyek nasional.
> “Yang kami tuntut hanya hak sesuai kontrak. Tidak lebih, tapi juga tidak kurang,” tegas Bhumi saat ditemui wartawan usai sidang pertama.
Butet
Publik kini menanti bagaimana majlis hakim PN Jakarta Selatan menyikapi kasus ini, yang tak hanya menyangkut masalah kontraktual, namun juga dugaan keterlibatan tokoh kontroversial dalam proyek negara.
Sidang lanjutan dijadwalkan digelar pekan depan, dan diperkirakan akan menghadirkan fakta-fakta mengejutkan lainnya.
Apakah proyek ini akan jadi pelajaran, atau sekadar catatan hitam lain dalam dunia pengadaan nasional? Waktu dan kejujuran pengadilan akan menjawabnya.
KALI DIBACA