Netti Herawati Kunjungan Ke Ombudsman Bali Profesional Kerja Jurnalis, Laporkan Pelayanan Publik Buruk!!! - WARTA GLOBAL BALI

Mobile Menu

Top Ads

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Berita Update Terbaru

logoblog

Netti Herawati Kunjungan Ke Ombudsman Bali Profesional Kerja Jurnalis, Laporkan Pelayanan Publik Buruk!!!

Saturday 6 January 2024


Bali WartaGlobal id Denpasar, 
Pelayanan publik menjadi salah satu isu dari beberapa substansi dalam debat pertama calon presiden pada 12 Desember 2023. Dengan durasi waktu debat yang terbatas, isu pelayanan publik walaupun tidak dominan namun sempat disinggung para calon. Isu pelayanan publik menjadi penting karena hakikat pemerintahan yang berkuasa dan tujuan negara adalah bagaimana memberikan pelayanan agar tercapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa persoalan pelayanan dasar bangsa yang belum tuntas hingga saat ini adalah pelayanan kesehatan, pendidikan, daya dukung petani dan nelayan, ketenagakerjaan, kebutuhan pokok yang selalu menjadi isu utama para calon presiden untuk memperoleh atensi, selain penegakan hukum, demokrasi, dan hak azasi manusia. Pelayanan publik yang baik dapat tercapai karena beberapa unsur yang mendukungnya.

Pertama, birokrasi penyelenggara pelayanan yang kompeten bekerja sesuai tugas dan fungsinya secara profesional. Kedua, sarana-prasarana pendukung yang memadai, seperti kantor pelayanan yang representatif, peralatan kerja atau teknologi digital pendukungnya, pendeknya pelayanan sesuai kebutuhan publik era modern saat ini. Ketiga, pengawasan yang kuat baik oleh internal birokrasi maupun pengawas eksternal, agar pelayanan dapat berlangsung sesuai tujuannya.

Adapun lembaga negara yang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang dalam pengawasan pelayanan publik adalah Ombudsman RI. Lembaga ini hadir sudah lebih dari 23 tahun sejak era pemerintahan presiden ke-4 Abdurrahman Wahid. Dalam perjalanannya sama seperti institusi Ombudsman di berbagai negara, awalnya lembaga ini dibentuk dengan landasan Kepres 44/2000 bernama Komisi Ombudsman Nasional selanjutnya dibentuk berdasarkan UU 37/2008 berganti nama menjadi Ombudsman RI.

Selama lima belas tahun sejak lahirnya UU Ombudsman, mandat pelaksanaannya oleh Ombudsman RI telah memberikan warna dalam pengawasan pelayanan publik di Indonesia. Setidaknya lembaga ini bekerja atas dua cara. Pertama, pasif menerima laporan atau pengaduan masyarakat tentang kinerja penyelenggara pelayanan agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan yang baik dari praktek maladministrasi.

Kedua, proaktif atas inisiatif sendiri melakukan pencegahan maladministrasi agar birokrasi pelayanan dapat bertindak benar dan adil dalam menjalankan mandatnya tanpa merugikan publik. Setiap tahun setidaknya terdapat lebih dari 9 ribu laporan masyarakat yang ditangani dan diupayakan penyelesaiannya oleh Ombudsman RI yang memiliki 34 kantor perwakilan di tingkat provinsi.
Selanjutnya melakukan inisiasi tanpa ada laporan namun merespons isu-isu publik seperti kelangkaan bahan kebutuhan pokok masyarakat seperti beras, minyak goreng, solar bersubsidi untuk nelayan, penggusuran warga dari pemukiman yang sewenang-wenang, serta berbagai permasalahan pelayanan publik lainnya agar memperoleh penyelesaian. Hal ini dilakukan bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan terutama pemerintah.

Urgensi Revisi UU Ombudsman

Menghadapi tantangan pelayanan publik yang dinamis perlu dilakukan revisi atas UU 37/2008 agar Ombudsman RI dapat bekerja lebih maksimal. Pada saat ini revisi UU menunggu proses pembahasan oleh DPR dan pemerintah karena menjadi salah satu program prioritas legislasi 2023, sementara pemerintah telah menunjuk Menpan RB sebagai wakil pemerintah untuk pembahasan di DPR.

Sebagai mitra pemerintah dalam pengawasan pelayanan publik, diharapkan daftar inventarisasi masalah (DIM) dapat melengkapi dan memperkuat DIM DPR dalam usulan revisi UU Ombudsman dari sisi kelembagaan yaitu posisi pimpinan Ombudsman sebagai pejabat negara, kewenangan dan perluasan tugas pencegahan maladministrasi. hal ini penting karena juga membantu dan mendukung peran pemerintah khususnya Kemenpan RB sebagai regulator dalam reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan sisa waktu, diharapkan revisi UU Ombudsman dapat terbahas secara baik sesuai tujuan revisi yakni penguatan kelembagaan Ombudsman RI atau setidaknya untuk pembahasan pada 2024, masa akhir DPR RI periode 2019 - 2024.

Sebagai lembaga yang bekerja pada ranah persuasif, yakni sebagai alternatif penyelesaian masalah pelayanan dan administrasi pemerintahan, berperan sebagai penengah atau mediator antara birokrasi pemerintahan dan masyarakat pengguna layanan, Ombudsman RI memerlukan penguatan. Pertama, kelembagaan dengan organisasi yang sampai ke tingkat daerah yakni menjangkau wilayah provinsi dan bilamana diperlukan untuk pembentukan di tingkat kabupaten dan kota karena sebagian pelayanan publik telah beralih daerah otonom.

Kedua, sumber daya manusia, menurut Antonius Sujata, Ketua Ombudsman periode 2000 - 2011, terdapat tiga pilar Ombudsman RI yaitu pimpinan (pusat dan perwakilan), para asisten selaku pelaksana serta kesekjenan sebagai tenaga pendukung. Diperlukan status kepegawaian yang lebih kuat dan jaminan kesejahteraan yang lebih baik agar dapat mendukung pimpinan dalam melaksanakan tugasnya. Termasuk mekanisme pergantian antar waktu untuk pimpinan, status kepala perwakilan dan pengembangan kelembagaan dengan penambahan fungsi.

Ketiga, kewenangan penanganan laporan masyarakat yaitu hasil pemeriksaan atau investigasi sampai keputusan perlunya rekomendasi Ombudsman perlu diperkuat agar dapat dilaksanakan, mengingat masih terdapat rekomendasi yang belum dilaksanakan. Walaupun jumlah rekomendasi Ombudsman sangat kecil atau di bawah 1 persen dari total jumlah laporan masyarakat setiap tahunnya, karena sebagian besar laporan dapat diselesaikan pada tahap pemeriksaan. Sebagai gambaran dalam kurun 2018 - 2023 terdapat 21 rekomendasi yang dikeluarkan namun yang dilaksanakan baru mencapai angka 60 persen.

Keempat, penguatan pencegahan maladministrasi dengan kewenangan untuk melakukan inisiatif investigasi atau own motion investigation dan pelibatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Kelima, pengawasan internal dan penegakan etik. Bahwa penguatan kelembagaan Ombudsman juga mengadopsi prinsip Ombudsman internasional sebagaimana Dean M. Gottherer melalui 59 prinsip (Ombudsman Legislative Resource Document, 1998), resolusi PBB A/RES/75/186 tanggal 16/12/2020 tentang "peran Ombudsman dan lembaga mediator dalam pemajuan dan perlindungan HAM, tata pemerintahan yang baik dan supremasi hukum".

Selain itu mengadopsi juga"The Venice Principles in strengthening the Ombudsman Institutions dari Uni Eropa untuk memperkuat eksistensi kelembagaan Ombudsman di Indonesia agar dapat menjalankan mandatnya secara baik dan mampu menjawab tuntutan pelayanan era digital.

Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan

Pada era keterbukaan di mana semua permasalahan pelayanan dapat diakses secara luas oleh publik, penyelenggara pelayanan dalam hal ini birokrasi pemerintahan harus mampu beradaptasi dan siap diawasi. Sumbangsih pelayanan publik yang baik mampu menurunkan angka korupsi, mengingat IPK korupsi yang anjlok pada 2020 yakni di angka 34 dari 38 pada 2021. Pengalaman lembaga ini sejak terbentuk pada tahun 2000 menunjukkan, bila saja birokrasi pemerintahan dapat memberikan pelayanan yang baik dalam segala aspek, maka korupsi dapat ditekan, karena awal mula korupsi dari perbuatan maladministrasi dalam pelayanan.

Ruang lingkup pengawasan Ombudsman yang luas namun kewenangannya yang terbatas yakni pada persuasif atau memerankan fungsi lubrikasi magistrature of influence menjadi kekuatan lembaga ini dalam bekerja. Sebagai bagian dari bangsa besar dan beradab seharusnya perilaku penguasa tidak lagi minta dilayani apalagi berbuat korupsi dan menyengsarakan rakyatnya.

Pengawasan yang dilakukan dengan pendekatan tidak menyalahkan atau menghukum sudah waktunya dikedepankan, sehingga terbangun kesadaran birokrasi yang bersih dalam melayani. Sebagaimana tujuan pembentukan Ombudsman RI yaitu ikut mencegah dan memberantas maladministrasi dan KKN. Secara teori maupun praktik di negara-negara yang tingkat korupsinya tergolong kecil bahkan nihil, bahwa upaya pemberantasan korupsi yang terbaik adalah dengan melakukan pencegahan.
Oleh karenanya sebagai upaya negara memberantas korupsi selain memperkuat lembaga penegak hukum yang ada juga perlu memperkuat eksistensi lembaga seperti Ombudsman RI. Setidaknya 10 negara di dunia yang juga sebagai negara pelapor Ombudsman dengan tingkat korupsi yang rendah dan termasuk negara dengan indeks kebahagiaan tertinggi antara lain Finlandia, Denmark, Switzerland, Iceland, Swedia telah membuktikan hal ini. Urgensi revisi UU Ombudsman juga menjadi penting sebagai upaya mewujudkan negara hukum yang demokratis, adil dan sejahtera menuju Indonesia Emas 2045 yang akan datang.
Adapun wartawan wajib memahami peran dan fungsi Ombudsman sehingga mudah edukasi terhadap publik. 
Adapun didalam ruangnya juga ada Pojok baca, tempat pelaporan, pengaduan online sedah tersedia, serta costumer  nya yang siap melayani. 
Hal itu di jabarkan Jurnalis Indonesia saat datang ke Ombudsman Provinsi Bali Jl. Melati Denpasar dan dilayani dengan baik. 
Hasil kunjungan tersebut dapat membina keprofesionalan kerja di pelayanan masyarakat. 

Netti/*




KALI DIBACA