Warta global Bali.id
Seorang warga negara asing (WNA) berkewarganegaraan Rusia berinisial VM, pemegang visa investor, diduga menjadi korban manipulasi dokumen oleh pihak tak bertanggung jawab. Kuasa hukum VM, Fanisa Wilson Law Firm, telah mengajukan somasi kepada pihak-pihak yang dicurigai terlibat dalam pemalsuan dokumen Penanaman Modal Asing (PMA) yang dimiliki VM. Alih-alih mendapatkan bantuan, paspor VM disita oleh Imigrasi tanpa dasar hukum yang jelas, sehingga memicu berbagai tanda tanya terkait keabsahan tindakan ini.
Terkait hal tersebut puluhan wartawan mendatangi Kantor Kanwil Hukum Dan HAM Propinsi Bali ,yang beralamat seputaran Renon Denpasar guna meminta kompirmasi.
Dalam hal ini Humas menerima dengan humanis serta meminta klarifikasi yang di uraikan oleh Kepala Bidang Inteligent dan Penindakan KeImigrasian Setyo Budiwardoyo beserta jajarannya.
Penyelidikan masih didalami serta sudah koordinasi kejaksaan ,ujar Setyo
Saat sesion tanya jawab bagi insan Pers jawabannya ngambang serta kurang memahami dengan baik.
Kasus ini berawal ketika VM, yang tiba di Bali pada 18 September 2024, ditangkap tanpa surat perintah pada 21 Oktober di kawasan Canggu. Ia kemudian dibawa ke Kantor Imigrasi Bali oleh petugas yang mengaku bernama Jesaja Samuel Enock, tanpa ada surat resmi. Setelah tiba, ia menjalani pemeriksaan yang berlangsung hingga malam dan menerima surat pemanggilan serta tanda terima paspor, dengan kewajiban untuk kembali pada 22 Oktober 2024.
Saat pemeriksaan tanggal 22 Oktober, VM ditunjukkan surat RE-ENTRY PERMIT yang menyatakan izin masuknya tidak berlaku. Dokumen ini diterbitkan oleh pejabat Imigrasi, Cahyo Yudistiro, pada 23 Juli 2024 dan ditampilkan oleh pejabat bernama Setyo Budiwardoyo dan Jesaja Samuel Enock. Pihak Imigrasi menyatakan bahwa dokumen keimigrasian VM tidak sah dan cap imigrasi di Bandara I Gusti Ngurah Rai saat kedatangan VM pada 18 September dianggap palsu.
Kuasa hukum VM menemukan sejumlah kejanggalan, termasuk ketidakhadiran surat tugas dan perintah penyidikan saat pemeriksaan. Ketiadaan kejelasan terkait dasar hukum penahanan paspor membuat mereka menduga adanya prosedur yang dilanggar dalam penanganan kasus ini. Lebih lanjut, laporan dugaan pemalsuan dokumen telah diajukan ke Polda Bali pada 23 Oktober 2024, yang menimbulkan dugaan bahwa penahanan paspor bertujuan untuk menghambat upaya pelaporan ini.
Kasus ini menimbulkan tanda tanya serius terhadap tindakan pihak Imigrasi yang diduga melanggar hak individu dan hak asasi manusia. Penahanan paspor tanpa dasar hukum jelas melanggar hukum internasional dan hak setiap individu untuk bergerak bebas. Paspor merupakan dokumen resmi dari negara asal yang hanya dapat ditahan jika ada dasar hukum kuat, seperti proses hukum atau tindakan deportasi.
Kuasa hukum VM kini meminta kepastian hukum dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, agar:
1. Melindungi hak VM yang sedang melaporkan kasus dugaan pemalsuan di Polda Bali.
2. Memastikan pemeriksaan sesuai prosedur, dengan memberikan surat tugas kepada pejabat yang memeriksa.
3. Mengeluarkan surat pemanggilan sesuai aturan saat pemeriksaan lanjutan.
4. Mengembalikan paspor VM jika tidak ditemukan bukti pelanggaran.
Kuasa hukum juga mempertanyakan inkonsistensi tanggal pada dokumen RE-ENTRY PERMIT yang terus berubah. Mereka juga menemukan bahwa visa VM masih berlaku hingga 26 Juli 2025, menambah pertanyaan terkait dasar hukum penahanan paspor tersebut.
Apabila hal ini tidak segera diselesaikan, potensi masalah diplomatik antara Indonesia dan negara asal VM mungkin timbul, sekaligus menyoroti aspek pengawasan keimigrasian yang dapat dinilai kurang ketat. Kuasa hukum berharap pihak berwenang dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum yang sesuai agar hak-hak klien mereka terlindungi.
KALI DIBACA