WartaGlobalBali. Id
Jembrana – Masyarakat Adat Desa Perancak, Kecamatan Jembrana Kabupaten Jembrana Mendesak Majelis Agung dan Majelis Madya untuk membatalkan hasil Pemilihan sistem voting, hal tersebut karena melanggar Perda Bali No. 4 Tahun 2019 dan Pergub Tahun 2020. Kali ini kisruh pemilihan Bendesa Adat Desa Perancak kembali terjadi setelah lima tahun berlalu.
Saat ini Majelis Madya Kabupaten dan Majelis Agung Provinsi Bali didesak agar pemilihan yang digelar oleh panitia dibatalkan karena dinilai cacat hukum tidak sesuai Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat.
Proses pemilihan Bendesa Adat di Desa Perancak, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali, yang digelar pada 12 Maret 2025 lalu, menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat setempat. Sejumlah warga menilai bahwa mekanisme pemilihan yang diterapkan tidak sesuai dengan Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 dan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 4 Tahun 2020, yang mengatur tata cara pemilihan Bendesa Adat secara musyawarah mufakat.
Alih-alih dilakukan dengan musyawarah, pemilihan Bendesa Adat di Desa Perancak justru menggunakan sistem pemungutan suara. Hal ini memicu perdebatan, karena dalam aturan yang berlaku, sistem pemilihan semestinya mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat, bukan voting seperti dalam pemilihan politik pada umumnya.
Sebelumnya, sejumlah warga Desa Adat Perancak mempertanyakan legalitas mekanisme pemilihan yang diterapkan panitia. Mereka menekankan bahwa dalam Perda maupun Pergub, pemilihan harus didasarkan pada musyawarah mufakat, bukan melalui pemungutan suara. Warga kemudian meminta klarifikasi dari Majelis Agung, Majelis Madya, dan Majelis Alit di Provinsi Bali mengenai tata cara pemilihan Bendesa Adat yang seharusnya diterapkan. Mereka juga menuntut transparansi dari panitia pemilihan terkait alasan digunakannya sistem pemungutan suara, Senin (1/4/2025).
Kisruh ini serupa dengan yang pernah terjadi pada pemilihan tahun 2019. Saat itu, Bendesa Madya Majelis Desa Adat Kabupaten Jembrana, I Nengah Subagia, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melantik Bendesa Adat yang terpilih di luar jalur musyawarah mufakat. Pemilihan yang digelar secara voting pada 24 Desember 2019 menghasilkan kemenangan bagi incumbent, I Nengah Parna, namun hasil ini tidak diakui oleh Majelis Desa Adat karena dianggap melanggar prinsip musyawarah mufakat.
Pihak Majelis Desa Adat Kabupaten Jembrana kala itu telah berkomunikasi dengan Desa Adat Perancak agar pemilihan dilakukan sesuai ketentuan. Meskipun telah digelar musyawarah mufakat dalam Paruman Pamucuk yang tetap memutuskan I Nengah Parna sebagai Bendesa Adat terpilih, sejumlah warga tetap keberatan. Mereka menuding bahwa forum tersebut hanya melibatkan kelompok pendukung bendesa terpilih.
Majelis Desa Adat menegaskan bahwa pemilihan Bendesa Adat harus dilakukan melalui musyawarah mufakat dan tidak bisa dilakukan melalui voting. Jika tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah awal, maka paruman desa berhak menentukan mekanisme musyawarah yang lebih inklusif, misalnya dengan melibatkan perwakilan dari masing-masing banjar atau tempek.
Menurut I Nengah Subagia, tidak ada istilah deadlock dalam musyawarah mufakat. Jika Paruman Pamucuk tidak diakui karena dianggap melibatkan pihak tertentu saja, maka bisa melibatkan perwakilan dari masing-masing tempek atau banjar.
“Kalau sudah dari awal disepakati mekanisme musyawarah dan hasilnya sudah sesuai dengan musyawarah mufakat, maka itu yang sah,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Perda Bali tentang Desa Adat serta Surat Edaran (SE) Bendesa Agung MDA Bali tertanggal 18 November 2019 telah mensosialisasikan prinsip ini kepada seluruh Bendesa Adat di Kabupaten Jembrana.
Majelis Desa Adat Kabupaten Jembrana menegaskan bahwa pemilihan langsung terhadap Bendesa Adat tidak akan diakui dan pemenangnya tidak akan dilantik. Bahkan jika ada desa adat yang bersikeras menggelar pemilihan langsung atas desakan warga, hasilnya tetap tidak akan mendapat pengesahan dari Majelis Desa Adat.
Pemilihan Bendesa Adat dengan mekanisme musyawarah mufakat dinilai penting untuk menjaga persatuan, menghindari perpecahan, serta mencegah kepentingan politik yang bisa mengganggu tatanan sosial adat di Bali. Oleh karena itu, pemilihan yang dilakukan dengan sistem voting di Desa Perancak dipastikan akan mendapat evaluasi ketat dari Majelis Desa Adat.
Dengan polemik ini, masyarakat kini menunggu keputusan resmi dari Majelis Desa Adat. Keputusan tersebut akan menjadi penentu pemilihan Bendesa Adat Desa Perancak agar membatalkan hasil voting dan menentukan hasil sesuai putusan musyawarah mufakat adat. (TIM/Red)
KALI DIBACA