JEMBRANA , Warta Global. Id
Masa kepemimpinan Bupati Jembrana periode 2021–2025, I Nengah Tamba, meninggalkan jejak fiskal yang kuat dan penuh kontroversi. Salah satu kebijakan paling menonjol adalah keputusan merancang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2024 dalam kondisi defisit. Langkah ini diklaim sebagai strategi untuk “memotivasi” peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, dampaknya kini menjadi pekerjaan rumah besar bagi penggantinya, Bupati I Made Kembang Hartawan.
Bupati I Nengah Tamba mengakui bahwa defisit dalam APBD 2024 adalah keputusan terencana. Ia menyatakan bahwa seluruh utang yang timbul telah diselesaikan sebelum masa jabatannya berakhir. Meski demikian, angka defisit yang mencapai Rp. 95–106 miliar menjadi sorotan, karena konsekuensinya masih terasa bahkan setelah masa kepemimpinannya berakhir.
Kini, di bawah kepemimpinan baru, Bupati I Made Kembang Hartawan dihadapkan pada kenyataan pahit: beban utang daerah, terutama dari sektor kesehatan, terus menghantui. Salah satu yang paling krusial adalah utang Rumah Sakit Umum (RSU) Negara yang ditaksir mencapai Rp.30 miliar.
Menghadapi kondisi tersebut, Bupati Kembang mengambil langkah yang tak lazim: saat baru dilantik langsung “berkantor” di RSU Negara. Tujuannya jelas — menelusuri akar persoalan keuangan rumah sakit, mencari solusi struktural, dan memastikan akuntabilitas yang lebih tinggi. Langkah ini sekaligus menjadi simbol komitmen pemerintahannya dalam membenahi warisan fiskal yang ditinggalkan pendahulunya.
Pemerintah Kabupaten Jembrana di bawah kepemimpinan Bupati Kembang kini fokus pada misi besar: menyelamatkan dan menyehatkan keuangan daerah. Upaya ini mencakup:
Penekanan Defisit APBD: Pada tahun 2025, defisit APBD berhasil ditekan menjadi Rp 40 miliar — hampir separuh dari angka tahun sebelumnya. Penyesuaian ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2024 yang menetapkan batas maksimal defisit sebesar 3,55% dari total belanja daerah.
Efisiensi Anggaran: Pemerintah melakukan rasionalisasi besar-besaran, termasuk penggabungan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), pemangkasan dana hibah, serta efisiensi biaya kajian dan perjalanan dinas.
Peningkatan PAD: Dalam jangka menengah dan panjang, peningkatan PAD menjadi strategi utama. Pemerintah mendorong inovasi dalam pengelolaan pajak dan retribusi, serta memperkuat kolaborasi lintas sektor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Warisan fiskal dari masa Bupati Tamba menunjukkan betapa kebijakan yang tampak progresif di atas kertas dapat membawa konsekuensi struktural yang dalam. Kini, tantangan tersebut menjadi ujian kepemimpinan bagi Bupati I Made Kembang Hartawan. Ia tak hanya dituntut untuk menstabilkan neraca keuangan, tetapi juga mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan fiskal daerah.
Dalam sebuah pernyataan, Bupati Kembang menegaskan bahwa pemerintahan saat ini tidak akan menghindar dari tantangan. “Kita harus bertanggung jawab bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk keberlanjutan Jembrana ke depan,” ujarnya.
Pendapat Para seperti Dr. I Gusti Ayu Widiastini, pakar ekonomi publik Universitas Udayana, menilai keputusan merancang defisit APBD sebagai bentuk “kebijakan fiskal agresif yang berisiko.”
“Pemerintah daerah memang boleh melakukan defisit, tetapi jika tidak diikuti dengan rencana konkret peningkatan PAD atau efisiensi belanja, maka defisit itu bisa menjadi beban struktural jangka panjang,” katanya.
Sementara itu, Prof. Made Widnyana, ahli kebijakan publik dari Undiknas Denpasar, menyatakan bahwa langkah Bupati Kembang untuk ‘berkantor’ di RSU adalah pendekatan manajerial yang tepat dalam situasi darurat fiskal.
“Ini bukan hanya soal audit keuangan, tapi juga penguatan tata kelola kelembagaan. Ketika pemimpin hadir langsung di pusat masalah, efek psikologis dan administratifnya besar sekali.”
Di sisi lain, Ni Luh Kadek Wulandari, peneliti dari Bali Budget Watch, mengingatkan pentingnya keberlanjutan dalam reformasi keuangan daerah.
“Jangan hanya fokus menambal defisit. Pemerintah harus berani melakukan reformasi struktural dalam belanja daerah dan transparansi penggunaan anggaran.”
Catatan : Jembrana mungkin sedang bangkit dari tekanan defisit, namun masa depan fiskal yang sehat hanya akan tercapai jika transparansi, efisiensi, dan keberanian untuk berubah benar-benar menjadi roh kepemimpinan yang baru. (TIM/Red)
KALI DIBACA