Tuntutan JPU 13 Tahun Atas Terdakwa Kasus Asusila Sugeng Widjaja, Kuasa Hukum Dibertius Boimau, S.H.,M.H : Tidak Mendasar Cenderung Kontradiktif - WARTA GLOBAL BALI

Mobile Menu

Top Ads

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Berita Update Terbaru

logoblog

Tuntutan JPU 13 Tahun Atas Terdakwa Kasus Asusila Sugeng Widjaja, Kuasa Hukum Dibertius Boimau, S.H.,M.H : Tidak Mendasar Cenderung Kontradiktif

Sunday, 2 March 2025

WartaGlobalBali. Id
Sidoarjo, Tnipolrinews.com -Kasus perbuatan asusila yang masih bergulir di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Sidoarjo, yang menjadi terdakwa Sugeng Widjaja sebagai pelaku pemorkosaan anak dibawah umur, melalui kuasa hukumnya Dibertius Boimau merasa keberatan dan mempertanyakan terkait dasar -dasar yang menjadi tuntutan Jaksa Penuntut umum (JPU).

Saat ditemui dikantornya yang berada di Swalanpanji Buduran, Jumat, 28/2/2025 Dibertius Boimau yang biasa dipanggil Bung Jhon menyampaikan rasa kekecewaannya dan sangat menyayangkan terkait dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kusyati, S.H sebagaimana surat tuntutan dari JPU Nomor PDM -163/Sidoa/Eku.2/10/2025 yang dibacakan dan diserahkan pada hari Kamis Tanggal 13 Februari 2025.

Mengingat sesuai dengan fakta -fakta di persidangan yang sudah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Sidoarjo,  Apa lagi dasar tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum berdasarkan keterangan hasil pemeriksaan medis atau Visum et repertum yang bertolak belakang dengan fakta -fakta persidangan.

"Saya sendiri tidak habis pikir terkait dengan tuntutan tersebut, kadang saya sendiri bingung dan bertanya -tanya apa yang menjadii dasar pertimbangan jaksa penuntut umum menuntut terdakwa hukuman 13 Tahun, mengingat sangat tidak relevan dan kurang tepat, padahal jelas sekali sesuai dengan fakta -fakta di persidangan cenderung kontradiktif, mengingat keterangan saksi di persidangan tidak sesuai dan tidak terbukti, salah satunya pelapor mengatakan bahwa ada bercak darah dan sperma, sedangkan saat di tunjukan di persidangan tidak ditemukan bercak darah dan sperma," urainya.

Lebih lanjut Dibertius mengatakan masih banyak lagi kejanggalan -kejanggalan yang terjadi di kasus ini, seperti waktu di awal seperti membuat pelaporan di Kepolisian Resort Kota Sidoarjo (Penyidik Sub Unit PPA Polresta Sidoarjo), yang awalnya buat laporan Si A tapi dianulir jadi Si B, ini kan terkesan tidak profesional dan cenderung memaksakan kasus ini untuk disidangkan.

"Seharusnya kan  sebagai jaksa penuntut umum hendaknya dalam menuntut terdakwa harus berdasarkan bukti -bukti yang otentik dan benar -benar memperhatikan dari segi sisi kemanusiaan, berkeadilan dan pastinya harus normatif, kita sepakat bahwa sesuai dengan keterangan dari rekam medis Rumah Sakit  bahwa selaput darah korban rusak, cuma yang jadi pertanyaan siapa pelakunya, itu yang harus digali, jadi secara tidak langsung dalam menganalisa perkara harus berdasaran bukti serta saksi yang kuat, apalagi klien saya ini mempunyai riwayat penyakit yang bermacam -macam atau komplek,," jelas Dibertius Boimau.

Bahkan Dibertius menduga bahwa kasus ini sejak dari proses penangkapan, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hingga ke persidangan sepertinya ada dugaan  skenario dan terkesan dipaksakan, mengingat waktu masih belum P21 pihaknya melakutan gugatan Praperadilan Kepolisian Resort Kota Sidoarjo penyidik Sub unit PPA terkait dengan proses penangkapan dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap kliennya, tapi harus kandas mengingat berkas perkaranya sudah dikirimkan ke Pengadilan Negeri untuk segera disidangkan.

Dibertius Boimau juga menyinggung terkait dengan upaya  pembelaan/Pledoi yang dilakukan oleh timnya terkait dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang memberatkan kliennya, Ia juga tidak habis pikir dengan replik/jawaban dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Seolah -olah seolah -olah dia sebagai penasehat paham yang disebut hukum pembuktian sesuai dengan sesuai jawaban di replik tersebut

"Bahwa apa yang diuraikan sebagaimana tersebut di atas, selain menunjukan bahwa terdakwa Khususnya Penasihat Hukum terdakwa tidak memahami hukum acara pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana kthususnya mengenal hukum pembuktian, bahkan tidak tertutup kemungkinan dr. Penasihat Hukum terdakwa juga sama sekali tidak mengert apa itu hukum pembuktian" demikian kalimat yang tertulis di replik/ jawaban dari Jaksa Penuntut Umum Kusyati, S.H.

"Pastinya kita percayakan sama Hakim yang memutuskan perkara ini, agar dalam memberikan putusan yang seadil-adilnya dan tetap mengedepankan sisi kemanusiaan , tanpa didasari kepentingan atau tendensi dalam melihat perkara ini, pastinya harus jeli melihat perkara ini, jangan sampai klien saya menjalani hukuman dengan apa yang tidak dia perbuat,"  tandas Dibertius.

Secara terpisah Ketua Umum LSM Aliansi Arek Sidoarjo (ALAS) Hendhi Wahyudianto menganggap dakwaan serta tuntutan itu ngawur, yang dikedepankan hanya kekuasaan,  Ia juga memastikan disaat putusan tersebut  memberatkan dan tidak berkeadilan dan cenderung menindas maka pastinya akan mengerahkan ribuan massa untuk melawan ketidak Adilan ini.

"Disaat putusan itu tidak normatif dan tidak berkeadilan, pastinya kami akan lawan dan siap untuk menurunkan massa dengan melakukan orasi damai di depan Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo dan Kejaksaan, ya kita lihat saja putusannya nanti, karena ini jelas -jelas bagian dari Kriminalisasi terhadap Sugeng Widjaja," tutupnya.

KALI DIBACA