KEADILAN DIPERTARUHKAN! Eksekusi Lahan Dii Karangasem Tak Sesuai Peta, Warga Bersuara “Tanah Leluhur Kami Dirampas!” - WARTA GLOBAL BALI

Mobile Menu

Top Ads

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Pendaftaran Jurnalis

Klik

Berita Update Terbaru

logoblog

KEADILAN DIPERTARUHKAN! Eksekusi Lahan Dii Karangasem Tak Sesuai Peta, Warga Bersuara “Tanah Leluhur Kami Dirampas!”

Tuesday, 20 May 2025



BALI , Warta Global. Id
 Kepercayaan masyarakat terhadap hukum kembali diuji. Keluarga besar almarhum I Ketut Rundung, warga Banjar Dinas Amed, Desa Purwakerthi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, mengadukan perlakuan yang dinilai tidak adil terkait eksekusi lahan yang mereka tempati secara turun-temurun. Pasalnya, eksekusi dilakukan atas dasar data peta blok yang diduga tidak sesuai dengan kondisi fisik di lapangan.

Kasus ini menjadi perhatian publik setelah muncul laporan pengaduan masyarakat yang ditujukan kepada Senator DPD RI asal Bali, Bapak I Komang Merta Jiwa. Dalam laporan itu, keluarga I Ketut Rundung menyampaikan keberatan atas pembatalan SPPT PBB milik almarhum yang telah diterbitkan secara sah oleh BPKAD Karangasem pada 9 April 2019, dengan NOP: 51.07.051.012.014.0114.0 dan luas tanah 7.992 meter persegi.

"Peta blok yang dijadikan dasar pembatalan sangat berbeda dengan objek tanah yang kami tempati. Dalam peta, tanah milik I Ramia berbentuk seperti kapak, sedangkan tanah kami bentuknya segi empat memanjang," ujar I Nengah Suwenten, anak almarhum I Ketut Rundung, kepada media.

Ironisnya, meski telah ada keterangan resmi dari Kepala Dusun, Kepala Desa hingga Camat yang menyatakan kedua bidang tanah berbeda lokasi, BPKAD tetap menyatakan bahwa SPPT milik I Ketut Rundung “menumpuk” dengan SPPT milik I Ramia. Akibat keputusan tersebut, keluarga dari I Ramia melakukan sejumlah tindakan sepihak, seperti memagari tanah, mendirikan pelinggih, hingga menggugat keluarga I Ketut Rundung ke Pengadilan Negeri Amlapura.

Pengadilan Negeri Bali kini menjadi sorotan. Masyarakat mempertanyakan keakuratan pertimbangan hukum yang digunakan dalam proses eksekusi. Jika benar eksekusi dilaksanakan atas tanah yang salah, maka ini menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum dan pengelolaan aset negara.

“Kami tidak pernah menerima proses mediasi yang adil. Bahkan saat pengukuran tanah oleh BPN atas permohonan kami, pihak dari keluarga I Ramia menghadang dengan didampingi aparat bersenjata,” tambah Suwenten.

Catatan sejarah menunjukkan tanah tersebut sudah ditempati secara turun-temurun sejak tahun 1916 oleh leluhur mereka, I Sarwa, yang kemudian diwariskan kepada anak-anaknya hingga kini ditempati oleh keturunan I Ketut Rundung.

Situasi makin memanas saat eksekusi akan dilakukan tanpa kejelasan penyesuaian antara data peta blok dengan lokasi fisik. Kondisi ini menciptakan ketakutan akan praktik-praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat kecil dan mengancam kepercayaan rakyat terhadap lembaga hukum.

Masyarakat pun menyerukan Pengadilan Negeri Bali agar tidak gegabah dalam mengeluarkan keputusan tanpa verifikasi lapangan yang valid. Mereka juga mendesak DPD RI dan Komisi Yudisial untuk turun tangan memantau kasus ini sebagai bentuk perlindungan terhadap hak rakyat atas tanah warisan leluhur.

“Ini bukan hanya soal tanah, ini soal keadilan, soal kepercayaan kami pada hukum!” tutup perwakilan keluarga I Ketut Rundung dengan mata berkaca-kaca.

Marno

KALI DIBACA